Hingga saat ini saya masih sangat fasih dan bisa sangat lantang mengucap Dasa Darma Pramuka, karena memang anak Pramuka. Berhenti "Berpramuka" saat mulai kuliah di Bandung. Karena itu, saya sangat kaget mendengar berita meninggalnya adik-adik Pramuka di SMPN 1 Turi Jogjakarta, lalu apa hubungannya dengan kepuasan Senior?
Sebelum kita membahas judul, saya ingin memperkenalkan kehidupan saya terlebih dahulu dengan Pramuka. Sejak Sekolah Dasar, salah satu ekstrakulikuler yang saya ikuti adalah Pramuka, karena memang itu satu-satunya. Sayangnya, saat SD tidak pernah berkemah jauh, seingat saya hanya sekali, itupun tidak jauh dari sekolah, hanya semalam, perkembahan sabtu minggu atau Persami.
Masuk Madrasah Tsanawiyah (MTsN) Pangandaran membuat keaktifan saya meningkat drastis. Dimasa MOS (Masa Orientasi Siswa) atau Masa Perkenalan Lingkungan Sekolah (saat ini), saya mulai menunjukan kepramukaan saya, mempunyai suara yang lantang membuat saya terpilih menjadi pemimpin upacara saat itu, bahkan hingga upacara api unggun, dari sini sepertinya orang mulai mengenal saya hingga menjadi ketua OSIS. Puncaknya, saya begitu dekat dengan Pramuka, hingga di awal kelas 2 MTs, saya menjadi salah satu yang terpilih dari Kabupaten Ciamis untuk Jambore di Jatinangor, tempat yang sangat jauh menurut saya saat itu. Saya lupa berapa TKK yang saya miliki saat itu.
Saat SMA, SMU saat itu namanya. Lagi-lagi pramuka menjadi pilihan ekstrakulikuler, selain Ikatan Remaja Masjid dan KIR, pramuka saat SMA tidak kalah dengan saat SMP, hanya saja karena ada kebijakan yang tidak membolehkan Ketua OSIS menduduki jabatan lain, saya hanya menjadi anggota Penegak Bantara saja saat itu, terlihat keren dengan sepatu pantopel dan rambut cepak, walaupun badan kecil. Sesekali aktif membantu Kwarran Pangandaran dalam beberapa kegiatan Lomba Tingkat. Jiwa pramuka ini sepertinya terinspirasi dari Kakak sepupu saya, Sunardi Wandi yang begitu aktif di Pramuka, berbagai kegiatan Pramuka Nasional diikutinya mulai dari Jambore hingga PWN (Perkemahan Wirakarya Nasional), bahkan katanya Kakak saya adalah satu-satunya Pendega di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis saat itu, kalau tidak salah periode 90-92an.
Kepuasan Sang Senior
Saya selalu berprinsip bahwa pramuka harus melatih disiplin, berani tetapi tetap menyenangkan, namun tidak sedikit saya melihat pramuka seperti ajang balas dendam dan kepuasan seniornya, tetapi bukan berarti menjenalisir seluruhnya senior begitu. Saya selalu senang bercerita ketika berkumpul dengan adik-adik pramuka, memberikan motivasi dan memberikan humor, walaupun sempat juga bercerita kisah "hohor" yang membuat adik-adik satu kelas menjerit. Tapi menurut saya dalam batas wajar. Intinya semuanya harus jelas terhitung.
Lalu apa hubungannya dengan kepuasan senior? sebenarnya mungkin tidak hanya di Pramuka saja, bahkan sekelas IPDN pun saya pernah mendengarnya, bahwa ada pemaksaan, ada sesuatu yang kurang diperhitungkan ketika melakukan sebuah kegiatan. Seperti ingin memuaskan hasrat "melihat adik-adiknya" kesusahan, tapi sekali lagi ini hanya subjektif saya dan tidak mencerminkan keseluruhan kegiatan pramuka. Oleh karenanya, bila anda seorang pembina pramuka, jangan sedikitpun terlintas pikiran itu, bilapun harus melatih keberanian, melatih semangat, perhitungkan segala sesuatunya. Sejujurnya saya mendapatkan pengalaman yang sangat berharga dari Pramuka.
Musibah yang menimpa adik-adik kita di Turi Jogjakarta haruslah menjadi pelajaran untuk siapapun. Cerita seperti ini bukan yang pertama, saya masih ingat namun lupa tempat kejadiannya, ketika adik-adik pramuka dengan mata tertutup berjalan "kereta-kereta api-an" tengah malam, saat jurit malam dan menyebrang jalan, akhirnya tertabrak truk. Lebih dari seorang yang meninggal dan masih ada cerita lainnya saat Pramuka.
Pramuka memang perlu di evaluasi, alam dulu dengan alam sekarang jelas beda, dulu sangat jarang mendengar banjir bandang, mungkin medianya juga sangat terbatas. Namun saya meyakini, alam sekarang sudah beda, air sungai yang tenang bisa berubah menjadi bencana, ya, karena di hulu sudah gundul. Begitu juga dengan tempat-tempat lainnya, alam semakin susah untuk diprakira.
Apapun, pramuka tetap banyak nilai positifnya, memang harus adaptif terharap jaman, bukan berarti harus merubah Dasadarma, tetapi bagaimana pengimplementasiannya dalam kegiatan yang sudah sebegini canggih. Saat jambore dulu, untuk berkirim pesan, indah sekali rasanya menggunakan Semapur, walaupun terhalang lembah yang menganga, namun tetap bisa berkomunikasi, hanya lewat dua bendera. Sekarang, mungkin lebih efektif menggunakan handphone.
Terakhir, Berpramukalah dengan hati, jangalah engkau berpramuka dengan emosi.
Salam Pramuka!