Hai teman-teman, apa kabar? boleh sebutkan nama televisi lokal ditempat teman-teman semua yang saat ini masih begitu berjaya? saya yakin mungkin ada satu dua, tapi kebanyakan hidup dengan beban yang sangat berat, sulit untuk membesar apalagi menjadi trendsetter diwilayahnya. Jangankan televisi lokal, televisi nasional saja banyak yang kembang kempis. Kenapa yah?
1. Perubahan Prilaku Pemirsa
Mau diakui atau tidak, kehadiran Youtube membuat TV lokal semakin berat, sebagian ada yang sukses membuat kanal di youtube, tapi sebagian memilih mundur dari ketatnya persaingan di youtube pula. Perubahan prilaku ini dipengaruhi dengan kemudahan orang mendapatkan konten OnDeman, bahkan yang live sekalipun bisa ditemui di Youtube, Instagram, Facebook bahkan platform seperti Netfix, Vidio atau Disney Hotstar.
2. Harga jual Iklan yang Murah
Placement iklan di TV lokal murah banget lho, katanya nyaris seperti rate iklan di radio. Karena murah, televisi lokal akhirnya justru bukan menjual iklan, tapi menjual Bloking Time, jangan aneh ketika TV lokal dipenuhi acara blocking time seperti Iklan Panci, Iklan Batu kesehatan, Acara klinik alternatif. Karena memang dari sana mereka hidup.
3. Tidak Ada Perusahaan Besar yang Membackup
Ini juga penting, banyak juga televisi lokal yang tumbang karena memang tidak ada perusahaan yang membackup, tidak seperti televisi nasional yang bisa jadi TV adalah anak perusahaan dari sebuah perusahaan yang lebih besar, alhasil ketika TV lokal sakit, sakitnya makin bertambah parah, tak ada obat yang bisa diminum, bahkan tidak ada yang peduli kalau ia sedang sakit.
4. Persaingan Konten
Katanya, semakin besar bayaran seorang kreatif, hasil kreatifitas yang dihasilkan semakin bagus. Ada benarnya sih, walaupun tidak berlaku untuk mereka yang idealis dan cinta terhadap perusahaan dimana ia tinggal. Minimnya dana riset, bonus terhadap kreatif akhirnya konten yang dihasilkan ya itu-itu saja, hal ini membuat kalah bersaing dengan konten-konten yang lebih menarik, ujungnya tidak ada yang nonton.
5. Beban Operasional yang Tinggi
Bugdet dibawah 500rb untuk sekali taping acara? bisa jadi ada lho yang begitu, saking beratnya operasional. Belum lagi gajih, pemeliharaan perangkat, pembelian alat-alat baru, honor narasumber dan yang lainnya. Biaya operasional jumlahnya berkali lipat dari reveneu yang didapat.
6. MisManagement
Mengelola TV lokal memiliki tantangan tersendiri, saya yakin tidak sedikit yang gagal mencapai puncak kejayaan karena salah pengelolaan, salah strategi yang diterapkan manajemen atau memang personal manajemen itu sendiri yang tidak pas, tapi ini tentu bukan sebab utama, dan memang bukan berasal dari faktor eksternal, tidak hanya TV, banyak perusahaan yang disebabkan karena mismanagement akhirnya ambruk.
7. Gelombang Covid di 2020
Tidak sedikit TV lokal yang mempunyai bisnis pendamping seperti Event Offair atau Production House (PH), Covid telah merubah semuanya, acara yang mengumpulkan khalayak dalam jumlah banyak dilarang, event-event dibatalkan, mereka tak bisa menarik keuntungan, bahkan untuk merencanakannya saja tidak bisa.
TV lokal pernah mengalami masa kejayaannya diawal kemunculannya dengan adanya aturan dari pemerintah terkait kanalisasi frekuensi di tiap-tiap daerah, bak jamur dimusim penghujan, bermunculan, bahkan di Pangandaran sempat muncul Pangandaran TV, walaupun tak jadi, dan entah kemana.
Mungkinkah ini senjakala TV lokal? seperti senjakala koran dan majalah cetak?